Tips Memilih Bakalan Sapi Potong
Oleh: Muhammad Resthu
Prakata
Segala
puji bagi Allah SWT Tuhan yang maha esa. Shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad saw. Terima kasih kepada keluarga, guru, teman serta pihak yang telah
mendukung penulisan artikel ini. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan
kesalahan, kritik dan saran yang membangun sangat saya butuhkan demi majunya
blog ini. Terima kasih.
Kebutuhan
Peternak Akan Bakalan Sapi Potong
Permintaan daging dari tahun ke tahun selalu meningkat ini dikarenakan
jumlah populasi manusia juga meningkat dan juga tingkat kepedulian masyarakat
akan asupan nutrisi yang bergizi juga telah meningkat akibat bertambah
tingginya pendidikan dan berkembangnya ilmu pengetahuan.
Penggemukan sapi potong merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan
produksi daging. Untuk pengemukan perlu beberapa aspek yang harus diperhatikan
supaya mencapai target yang diinginkan. Bakalan adalah salah satu hal yang
perlu diperhatikan dalam usaha penggemukan sapi potong karena bakalan merupakan
modal atau produk yang nantinya akan dipasarkan kembali. Pemilihan bakalan yang
salah mengakibatkan tidak tercapainya produksi yang maksimal dari suatu usaha
penggemukan sapi potong.
Indonesia merupakan negara agraris. Komoditi pertanian dan peternakan
merupakan produksi utama yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia yang
kebanyakan profesinya petani dan peternak. Dalam usaha peternakan rakyat masih
dilakukan cara konvensional dalam memilih bakalan sapi potong. Belum ada teknis
yang terstruktural ketika memilih bakalan ternak hanya mengandalkan pengalaman
pribadi dan kepercayaan setempat. Sehingga perlu adanya pengetahuan umum secara
teknis dan struktural sehingga memudahkan peternak dalam memilih bakalan
terutama bagi peternak pemula.
Pemilihan Bakalan Sapi Potong
Penggemukan sapi potong tidak terlepas dari aspek dan komponen yang
mempercepat pertumbuhan. Sehingga dapat kita rangkum dan menjadi beberapa poin
penting yang dapat dijadikan dasar pemilihan bakalan yang baik untuk penggemukan
sapi potong. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut,
1.
Bangsa
Sapi, ini berkaitan dengan populasi jenis sapi yang dikembangkan dan dikomsumsi
di daerah tersebut. Sodiq dan Setianto (2006) menyatakan bahwa sapi PO
(Peranakan Ongle) lebih dominan dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia
dikarenakan pada masa awalnya sapi PO memang menjadi perhatian dalam
pengembangannya. Ada beberapa daerah seperti Bali dan NTB masih lebih dominan mengembangkan
sapi Bali dikarenakan bertujuan untuk menjaga plasma nutfah sapi lokal. Setiap
bangsa sapi memiliki kemampuan genetik yang berbeda dalam tumbuh dan
berkembangnya. Pilihlah bangsa sapi yang unggul dan yang sudah ditetapkan
sebagai plasma nutfah bangsa sapi Indonesia gunanya untuk mengembangkan jenis
bangsa sapi lokal untuk lebih eksis selain itu keuntungan lain memilih bangsa
sapi lokal adalah mayarakat lebih menyukai daging sapi lokal dan lebih mudah
dalam pemeliharaannya. Beberapa bangsa sapi lokal seperti sapi Bali, sapi Aceh, sapi Pesisir, sapi Madura, dan sapi PO.
2.
Umur,
pertumbuhan dan perkembangan ternak berkaitan dengan umur. Umur sapi dapat
dilihat dari akte kelahiran ternak atau dapat melihat dari gigi. Secara umum
sapi dengan gigi poel 1 sangat bagus
ketika masuk ke tahap penggemukan karena pertumbuhan pada masa ini sedang
memuncak (Pawere dkk, 2012). Ini juga berkaitan dengan volume tubuh yang akan
dibentuk, sapi yang terlalu muda kerangkannya masih belum tumbuh maksimal
sehingga jika digemukkan volume tubuh sapi sangat kecil artinya sapi akan
bertubuh PENDEKAR (pendek dan kekar), sebaliknya sapi yang berumur tua
penyerapan nutrisi sangat rendah sehingga produksi tidak maksimal. Menurut
Karno (2017) menyatakan bahwa bentuk kurva pertumbuhan sapi yang dihitung dari
lahir hingga mencapai usia dewasa adalah bentuk sigmoid. dimana pertumbuhan
akan terus terjadi dari mulai lahir hingga bernenti ketika mencapai umur
dewasa. Umur ideal dalam memilih bakalan sapi adalah 18 s/d 24 bulan.
3.
Body
Score, ini menjadi penentu dari efisiensi penggunaan pakan artinya pakan yang
sedikit mampu diserap oleh tubuh ternak dan membentuk daging sehingga lebih
menghemat pakan dan menambah keuntungan. Dalam penentuan Body Score (BSC) yaitu
dimulai dari skala 1 sampai 5 yang diartikan 1 sangat kurus, 2 kurus, 3 sedang,
4 gemuk, 5 sangat gemuk. Menurut Pawere dkk.
(2012) menyatakan bahwa bakalan sapi dengan BSC 2 dan 3 sangat
disarankan untuk digemukkan.
4.
Bobot
Badan, menurut Pawere dkk. (2012) menyatakan bahwa bobot badan 300 kg lebih
menguntungkan karena konsumsi pakan lebih efisien dan ekonomis dibandingkan
dengan bobot badan sapi dibawah 300 kg. Namun, perlu juga diperhatikan proporsi
badan sehingga sesuai dengan BSC yang disarankan.
5.
Kesehatan,
ternak yang lincah, gesit, mata berbinar, kulit halus dan tidak ada parasit
serta luka merupakan tanda-tanda yang paling mudah untuk dilihat jika ternak itu sehat. Sapi yang tidak
sehat akan tubuh lebih lambat karena
biasanya sapi yang sakit akan menurun
konsumsi pakannya sehingga menurun pula pertumbuhannya.
6.
Jenis
kelamin, akan adanya perbedaan pertumbuhan antara sapi jantan dan sapi betina
dikarenakan metabolisme serta pengaruh hormon yang bekerja sangat berbeda.
Dalam usaha penggemukan sapi potong pilihlah bakalan sapi jantan. Secara
undang-undang juga sapi betina produktif
dilarang untuk dipotong.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
pemaparan di atas dapat kita pastikan bahwa perlu adanya teknik yang struktural
dan terorganisir dalam memilih bakalan untuk usaha penggemukan sapi potong.
DAFTAR
BACAAN
Karno, R. 2017. Hubungan Umur dan Jenis Kelamin Terhadap
Bobot Badan Sapi Bali di Kecamatan Donggo Kabupaten Bima. Skripsi. Jurusan Ilmu
Peternakan, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Makassar.
Makassar.
Pawere, F. R., Baliarti, E., dan Nurtini, S. 2012.
Proporsi Bangsa, Umur, Bobot Badan Awal dan Skor Kondisi Tubuh Sapi Bakalan
Pada Usaha Penggemukan. Buletin Peternakan, Vol. 36, No. 3, Hal. 193 – 198.
Universitas Gadjah Mada.
Sodiq A., dan Setianto N, V. 2006. Kajian Pengembangan
Sapi Potong: Identifikasi Ciri Sistem Produksi Sapi Potong di Pedesaan. Jurnal
Pembnagunan Pedesaan, Vol 7, No. 1. Hal 2 – 8. Universitas Jenderal Soedirman.
Komentar