LIMBAH SAYURAN JADI
WAFER PAKAN UNTUK TERNAK RUMINANSIA
Pakan
merupakan salah satu elemen penting yang sangat mempengaruhi suatu usaha
peternakan, secara umum hampir 70% biaya usaha dihabiskan untuk pakan. Ketersediaan
pakan baik dari segi kuantitas maupun kualitas adalah faktor penghambat yang
paling umum dialami oleh setiap peternak khususnya untuk pakan hijauan. Pakan
hijauan merupakan pakan basal bagi ternak ruminansia yang dibutuhkan untuk
mencukupi kebutuhan hidup maupun kebutuhan produksinya. Di musim kemarau
kualitas dan kuantitas pakan hijauan menjadi menurun, tentunya perlu adanya
suatu upaya dalam pengolahan pakan yang bisa menjaga kualitas dan kuantitas
pakan hijauan tetap stabil.
Secara
umum pengolahan pakan dibagi menjadi beberapa kategori yaitu pengolahan secara
fisik, mekanik, kimia dan biologis. Pengolahan secara fisik merupakan pengolahan yang paling umum
dilakukan oleh para peternak karena lebih mudah aplikasinya, cepat dan bebas
dari bahan-bahan yang sifatnya berbahaya. Wafering
merupakan pengolahan secara fisik dan mekanik, pengolahan ini menggunakan prinsip tekanan atau pengepresan pakan
hijauan kering dengan menggunakan suhu tinggi. Dengan meode ini diharapkan daya
simpan dari bahan pakan hijauan akan lebih lama karena kadar airnya sudah
menurun dan juga dapat menjaga kualitas bahan pakan tetap stabil.
Metode wafering umumnya dipalikasikan pada
limbah pertanian seperti sayur-sayuran. Dikarenakan sayuran merupakan limbah
pertanian yang mudah sekali terjadinya pembusukan. Disamping itu limbah sayuran
masih kurang dimanfaatkan di pasar yang hanya akan berkhir di tempat pembuangan
akhir padahal kandungan nutrisi pada limbah sayur-sayuran masih cukup tinggi.
Menurut Pratama dkk. (2015) wafer limbah pertanian dibuat dengan menggunakan
mesin pengepres dengan bantuan panas dan tekanan. Komposisi bahan yang dibuat menyerupai komposisi hijauan pakan
sehingga diharapkan dapat disukai ternak dan mengatasi kelangkaan dan kurangnya
hijauan saat musim kemarau.
METODE PEMBUATAN PAKAN SECARA WAFERING
Cara
membuat pakan dengan metode wafering
sangat mudah, pada prinsipnya hanya memanfaatkan suhu dan tekanan tinggi. Berikut merupakan tahapan pembuatan pakan
wafer berbasis hijauan berupa limbah pasar dan rumput lapangan.
1.
Limbah
sayuran serta rumput lapang dipotong menggunakan forage chopper dengan ukuran 2 – 3 cm.
2.
Pengeringan
limbah sayuran serta rumput lapang dengan sinar matahari selama 5 hari hingga
kadar airnya mencapai 15 – 17%.
3.
Selanjutnya
limbah sayuran yang sudah kering dihancurkan dengan mesin hammer mill,
4.
Pencampuran
limbah sayuran dan rumput lapang sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan,
disertai dengan penambahan molases 5% hingga homogen.
5.
Wafer
yang telah dicampur sebanyak 400 gram dimasukkan dalam cetakan dengan ukuran 20
x 20 x 1,5 cm, setelah itu dilakukan pengempaan selama 10 menit dengan suhu
120ÂșC.
6.
Pengkondisian
lembaran wafer selama 24 jam, dibiarkan pada udara terbuka (suhu kamar).
(Retnani dkk., 2010).
APLIKASI WAFER PAKAN PADA TERNAK
Pada aplikasi pada ternak pemberian pakan wafer ini
dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Jika untuk sapi
pemberian pakan hijauan segar berdasarkan 10% dari total berat badan maka untuk
pemberian wafer yaitu 5% dari berat badan karena hijauan yang sudah dikeringkan
sehingga kadar airnya sudah menurun (BPTP RIAU, 2017). Menurut Pratama dkk.
(2015) menyatakan bahwa pemberian wafer pakan pada ternak domba dengan
komposisi bahan limbah sayuran sangat disukai oleh ternak domba. Indikasi dari palatiabilitas
(kesukaan) ini adalah berdasarkan tekstur, aroma, dan warna. Dengan adanya
pemberian molases pada wafer dapat memberikan aroma khas karamel dan juga
bercampur dengan aroma khas sayuran ini membuat ternak lebih menyukai wafer
pakan. Tekstur juga mendukung dari tingkat palatabilitas, pakan wafer yang
terlalu padat akan menyulitkan ternak untuk dikonsumsi maka dalam pembuatan
wafer perlu diperhatikan juga tekstur pakan yang dibuat. Menurut Retnani dkk.
(2010) menyatakan bahwa pemberian wafer pakan dengan komposisi 50% rumput
lapangan dan 50% limbah sayuran pasar mampu meningkatkan konsumsi bahan kering
dan secara otomatis mampu meningkatkan pertambahan berat badan harian. Peningkatan
konsumsi bahan kering bisa mencapai 19% sedangkan pertambahan bobot badan rata-rata
bisa mencapai 137,30 g/hari. Berbeda halnya
dengan pendapat Nuhuyanan (2010) yang menyatakan bahwa konsumsi dan kecernaan
wafer Rumput Gajah lebih rendah dibandingkan Rumput Gajah segar. Penggunaan
wafer Rumput Gajah pada Sapi Bali jantan juga tidak meningkatkan pertambahan
bobot badan. Namun dalam hal ini pembuatan wafer Rumput Gajah dapat
meningkatkan komposisi zat makanan terutama meningkatkan energi karena adanya
penambahan molases serta penggunaan wafer Rumput Gajah masih disarankan disaat
musim paceklik.
KEKURANGAN DAN KELEBIHAN METODE WAFERING
Ada beberapa kekrungan dari pembuatan pakan dengan metode
wafering diantaranya,
1.
Pada
umumnya pembuatan pakan secara wafering
dijalankan pada usaha menengah ke atas karena peralatan yang cukup mahal.
2.
Banyak
membutuhkan energi karena menggunakan suhu 120oC.
3.
Ada
beberapa nutrisi dari bahan pakan yang hilang dan rusak akibat pemanasan
seperti vitamin dan protein dan beberapa zat-zat organik lainnya.
Meskipun memiliki kekurangan bukan berati tidak memiliki
kelebihan berikut dipaparkan kelebihan dari metode wafering, diantaranya,
1.
Dapat
mengawetkan pakan lebih lama dengan kualitas yang stabil.
2.
Proses
pembuatan yang tidak rumit.
3.
Waktu
pembuatan yang dibutuhkan tidak lama.
4.
Dapat
menghilangkan beberapa zat anti nutrisi akibat pemanasan tinggi seperti anti
teripsin.
5.
Produk
lebih mudah disimpan dan mudah dalam mobilisasinya.
6.
Takaran
nutrisi yang tepat.
7.
Produk
lebih disukai oleh ternak karena aromanya yang khas.
8.
Bisa
dijadikan pilihan pakan saat musim paceklik.
KESIMULAN
Berdasakan pemaparan yang telah disampaikan bahwa metode wafering pada pembuatan pakan ternak
sebagai salah satu inovasi terkini dari pembuatan dan pengolahan pakan ternak
untuk mengantisipasi dari kekurangan ketersediaannya pakan hijauan ternak yang
ada di alam baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.
DAFTAR
BACAAN
BPTP RIAU. 2017. Biskuit
Wafer untuk Sapi Inovasi Teknologi Ternak. http://riau.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita-mainmenu-26/903-biskuit-wafer-untuk-sapi-inovasi-teknologi-pakan-ternak.
dipublikasi Kamis,13 Juli 2017.
Nuhuyanan, L. E. 2010. Pengaruh Pemberian Wafer Rumput Gajah dengan Perekat Fermented Moter Liquor
(FML) dan Tetes (Molasses) TerhadapKonsumsi Pakan, Kecernaan Zat-zat Makanan
dan Kenaikkan Berat Badan Sapi Bali Jantan. Jurnal Ilmu Peternakan. Vol. 5
No. 2. Hal 111-117. UNIPA.
Pratama, T., Fathul, F., dan Muhtaruddin. 2015. Organoleptik Wafer dengan Berbagai Komposisi
Limbah Pertanian Di Desa Bandar Baru Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 3 No. 2. Hal. 92-97. UNILA.
Retnani, Y., Kamesworo, S., Khotidjah, L., dan Saenab, A.
2010. Pemanfaatan Wafer Limbah Sayuran
Pasar untuk Ternak Domba. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Bogor.
Komentar